Masalah banjir jadi bencana yang selalu terjadi di Ibu Kota saat musim hujan datang. Tapi ada hal yang menjadi fokus perhatian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat banjir menghantui. Yaitu tidak ada korban jiwa akibat banjir.

Menurut Anies, hal itu jadi indikator utama keberhasilan penanganan banjir yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, jumlah daerah terdampak maupun ketinggian genangan. "Kami selalu garisbawahi, KPI nomor satu adalah semua warga selamat. Tidak ada yang meninggal, karena terdampak banjir," ujarnya, Minggu (14/11/2021).

Untuk mencegah adanya korban jiwa, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menyiapkan 3 strategi khusus. "Tahun tahun sebelumnya kita mengalami risiko meninggal karena pada saat banjir utamanya bukan karena air," ujarnya. "Ada 1 2 kasus, tapi utamanya karena sengatan listrik," sambungnya.

Untuk itu, koordinasi dengan PLN dilakukan Pemprov DKI agar pemadaman listrik bisa langsung dilakukan di wilayah yang sedang terendam banjir. Dengan demikian, potensinya munculnya korban jiwa akibat tersengat listrik bisa diminimalisir. Kemudian, orang nomor satu di DKI ini juga meminta seluruh jajaranya segera melakukan proses evakuasi terhadap warga.

Tenda tenda pengungsian untuk menampung warga terdampak banjir pun secepat mungkin harus sudah disiapkan. "Tenda juga disesuaikan dengan kondisi pandemi, sehingga menghindari penularan," kata Anies. Anies menargetkan banjir bisa surut kurang dari 6 jam setelah hujan berhenti atau sesudah aliran sungai tidak meluap lagi.

Pasalnya, banjir yang terjadi selama berhari hari disebabkan limpasan air yang terjadi terus menerus. "Pompa pompa disiapkan untuk kawasan yang tergenang untuk bisa ditarik, dikeringkan dengan target operasi 6 jam," tuturnya. Bila 3 strategi ini berjalan dengan baik, Anies optimis, warga Jakarta bisa melewati cobaan bencana banjir yang kerap melanda saat musim hujan.

"Jadi itu targetnya, kami bekerja dengan ukuran, satu keselamatan dan kedua kecepatan untuk bisa mengeringkan sebuah wilayah," tuturnya. Memasuki musim hujan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan ibu kota Siaga Banjir. Sejumlah persiapan dan langkah antisipasi pun dilakukan Pemprov DKI Jakarta guna meminimalisir bencana banjir.

"Siaga bukan soal upacara siaga, bukan soal menyiapkan alat. Siaga adalah soal antisipasi untuk menyelamatkan," ucapnya saat Apel Kesiapsiagaan Banjir, Minggu (14/11/2021). Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memaparkan, ada 3 penyebab banjir yang harus diantisipasi, yaitu rob di pesisir utara, curah hujan tinggi di tengah kota, dan banjir kiriman dari hulu. Ia pun meminta seluruh jajarannya melakukan evaluasi terhadap bencana yang sebelumnya terjadi.

"Hari ini kita sedang menunjukkan kesiagaan, kita menyatakan siaga, kita menyatakan siap, kita menyatakan antisipasi," ujarnya. "Siaga itu bukan menunggu, siapa itu mereview atas apa yang kemarin pernah dikerjakan. Apa yang berhasil, apa yang kurang berhasil," tambahnya menjelaskan. Anies mencontohnya bencana banjir yang terjadi beberapa tahun lalu di Jakarta.

Saat itu, ada pemukiman warga yang terendam hingga 80 sentimeter. Kemudian, salah satu rumah di pemukiman itu kemudian terbakar akibat lilin saat ada pemadaman listrik. Mirisnya, sepasang suami istri tewas akibat terjebak di lantai 2 rumah mereka.

Oleh karena itu, orang nomor satu di DKI ini meminta seluruh warganya menyiapkan hal hal kecil guna menghadapi bencana banjir. "Saya minta kepada semuanya review atas peristiwa yang terjadi di masa lalu. Siapkan itu sekarang, fase siaga itu fase mengidentifikasi semua langkah yang harus dilakukan," kata Anies. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut, ada tiga penyebab banjir yang harus diantisipasi Pemprov DKI.

Pertama, ancaman banjir rob akibat naiknya tinggi muka laut di daerah pesisir utama ibu kota. "Front pertama adalah pesisir pantai, ketika permukaan air laut meningkat maka ada kawasan di Jakarta yang berpotensi mengalami rob. Ini front pertama yang harus diantisipasi," ucapnya, Minggu (14/11/2021). Kemudian, hujan ekstrem yang terjadi di dalam kota. Sebab, kemampuan drainase hanya bisa menampung 100 mm air hujan per hari.

Sedangkan, untuk kawasan pemukiman warga daya tampung hujannya hanya ada di angka 50 mm. "Artinya bila dalam satu hari hujan terjadi di atas 100 mm, maka akan terjadi genangan karena kapasitas daya tampungnya satu hari 100 mm per hari," ujarnya di kawasan Pluit, Jakarta Utara. Konduksi ini pernah terjadi di awal tahun 2020 dan 2021 lalu. Saat itu curah hujan mencapai 270 mm hingga 377 mm per hari.

"Karena itu pasti akan terjadi genangan. Ini front kedua yang harus dihadapi. Di dalam kota ketika hujan lokal intensif," tuturnya. Terakhir ialah banjir kiriman dari wilayah hulu akibat hujan deras yang melanda kawasan pegunungan di selatan Jakarta. Kemudian, air dari wilayah hulu itu akan mengalir ke wilayah hilir melalui 13 sungai yang alirannya melewati wilayah Jakarta.

"Jakarta itu satu satunya kota di Pulau Jawa yang dilewati 13 sungai dari pegunungan," kata Anies. Adapun kapasitas debit air yang bisa ditampung 13 sungai itu hanya berkisar di angka 2.300 meter kubik per detik. Bila debit air melebihi angka tersebut, wilayah yang berada di bantaran kali akan terendam banjir.

"Jadi ketika volume dan debit air yang datang dari pegunungan pernah mencapai 3.300, artinya jauh lebih tinggi dari kemampuan daya tampung sungai kita, maka kanan kiri sungai akan mengalami genangan," ucapnya. "Jadi kita akan menghadapi tiga front ini," tambahnya. Untuk mengantisipasi tiga penyebab banjir Jakarta itu, Anies pun meminta seluruh jajarannya siap siaga.

Terlebih, ibu kota bakal terus dilanda hujan ekstrem dalam beberapa hari ke depan imbas fenomena alam La Nina. Hal ini pun disampaikan kepada seluruh jajarannya saat apel kesiapsiagaan yang digelar di Taman Waduk Pluit, Jakarta Utara pagi tadi. "Saya minta semuanya, review atas peristiwa yang terjadi di masa lalu. Siapkan itu sekarang, fase siaga itu fase mengidentifikasi semua langkah yang harus dilakukan, ini fase siaga sesungguhnya," ujarnya.

Leave A Comment

Recommended Posts